Etika profesi (Bab V dan VI Peraturan dan Regulasi
PERATURAN DAN REGULASI
Pengertian Peraturan menurut kamus
besar bahasa Indonesia adalah ketentuan yang mengikat warga kelompok
masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan kendalikan tingkah laku yang
sesuai dan diterima: setiap warga masyarakat harus menaati aturan yang berlaku,
atau ukuran, kaidah yang dipakai sebagai tolok ukur untuk menilai atau
membandingkan sesuatu.
Pengertian Regulasi menurut kamus
besar bahasa Indonesia adalah mengendalikan perilaku manusia atau
masyarakat dengan aturan atau pembatasan. Regulasi dapat dilakukan dengan
berbagai bentuk, misalnya: pembatasan hukum diumumkan oleh otoritas pemerintah,
regulasi pengaturan diri oleh suatu industri seperti melalui asosiasi
perdagangan, Regulasi sosial (misalnya norma), co-regulasi dan pasar. Seseorang
dapat, mempertimbangkan regulasi dalam tindakan perilaku misalnya menjatuhkan
sanksi (seperti denda). Tindakan hukum administrasi, atau menerapkan regulasi
hukum, dapat dikontraskan dengan hukum undang-undang atau kasus.
Perbandingan Cyber Law
Cyber Law merupakan seperangkat aturan
yang dibuat oleh suatu negara tertentu, dan peraturan yang dibuat itu hanya
berlaku kepada masyarakat negara tersebut. Jadi,setiap negara mempunyai
cyberlaw tersendiri.
Perbandingan Cyber Law di berbagai
negara
Cyber Law negara Indonesia
Indonesia telah resmi mempunyai
undang-undang untuk mengatur orang-orang yang tidak bertanggung jawab dalam
dunia maya. Cyber Law-nya Indonesia yaitu undang–undang tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE).
Di berlakukannya undang-undang ini,
membuat oknum-oknum nakal ketakutan karena denda yang diberikan apabila
melanggar tidak sedikit kira-kira 1 miliar rupiah karena melanggar pasal 27
ayat 1 tentang muatan yang melanggar kesusilaan. sebenarnya UU ITE
(Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) tidak hanya membahas situs
porno atau masalah asusila. Total ada 13 Bab dan 54 Pasal yang mengupas secara
mendetail bagaimana aturan hidup di dunia maya dan transaksi yang terjadi
didalamnya. Sebagian orang menolak adanya undang-undang ini, tapi tidak sedikit
yang mendukung undang-undang ini.
Dibandingkan dengan negara-negara di
atas, indonesia termasuk negara yang tertinggal dalam hal pengaturan
undang-undang ite. Secara garis besar UU ITE mengatur hal-hal sebagai berikut :
•Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan
hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional (tinta basah dan bermaterai).
Sesuai dengan e-ASEAN Framework Guidelines (pengakuan tanda tangan digital
lintas batas).
• Alat bukti elektronik diakui seperti
alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP.
• UU ITE berlaku untuk setiap orang yang
melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar
Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia.
• Pengaturan Nama domain dan Hak
Kekayaan Intelektual.
• Perbuatan yang dilarang (cybercrime)
dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
o Pasal 27 (Asusila, Perjudian,
Penghinaan, Pemerasan)
o Pasal 28 (Berita Bohong dan
Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan)
o Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan
Menakut-nakuti)
o Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain
Tanpa Izin, Cracking)
o Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan,
Penghilangan Informasi)
o Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan
Membuka Informasi Rahasia)
o Pasal 33 (Virus?, Membuat Sistem Tidak
Bekerja (DOS?))
o Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen
Otentik (phising?))
Cyber Law Negara Singapore
The Electronic Transactions Act telah ada sejak 10 Juli 1998 untuk
menciptakan kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi perdagangan
elektronik di Singapore yang memungkinkan bagi Menteri Komunikasi Informasi dan
Kesenian untuk membuat peraturan mengenai perijinan dan peraturan otoritas
sertifikasi di Singapura.
Didalam ETA mencakup :
Didalam ETA mencakup :
Kontrak Elektronik. Kontrak elektronik ini didasarkan pada hukum dagang
online yang dilakukan secara wajar dan cepat serta untuk memastikan bahwa
kontrak elektronik memiliki kepastian hukum.
Kewajiban Penyedia Jasa Jaringan. Mengatur mengenai potensi / kesempatan
yang dimiliki oleh network service provider untuk melakukan hal-hal yang tidak
diinginkan, seperti mengambil, membawa, menghancurkan material atau informasi
pihak ketiga yang menggunakan jasa jaringan tersebut. Pemerintah Singapore
merasa perlu untuk mewaspadai hal tersebut.
Tandatangan dan Arsip elektronik. Hukum memerlukan arsip/bukti arsip elektronik untuk menangani kasus-kasus elektronik, karena itu tandatangan dan arsip elektronik tersebut harus sah menurut hukum.
Tandatangan dan Arsip elektronik. Hukum memerlukan arsip/bukti arsip elektronik untuk menangani kasus-kasus elektronik, karena itu tandatangan dan arsip elektronik tersebut harus sah menurut hukum.
Di Singapore masalah tentang privasi, cyber crime, spam, muatan online,
copyright, kontrak elektronik sudah ditetapkan. Sedangkan perlindungan konsumen
dan penggunaan nama domain belum ada rancangannya tetapi online dispute
resolution sudah terdapat rancangannya.
Cyber Law Negara Thailand
Cybercrime dan kontrak elektronik di Negara Thailand sudah ditetapkan oleh
pemerintahnya, walaupun yang sudah ditetapkannya hanya 2 tetapi yang lainnya
seperti privasi, spam, digital copyright dan ODR sudah dalalm tahap rancangan.
Cyber Law Negara Malaysia
Lima cyberlaws telah berlaku pada tahun 1997 tercatat di kronologis
ketertiban. Digital Signature Act 1997 merupakan Cyberlaw pertama yang disahkan
oleh parlemen Malaysia.
Tujuan Cyberlaw ini, adalah untuk memungkinkan perusahaan dan konsumen untuk menggunakan tanda tangan elektronik (bukan tanda tangan tulisan tangan) dalam hukum dan transaksi bisnis.
Tujuan Cyberlaw ini, adalah untuk memungkinkan perusahaan dan konsumen untuk menggunakan tanda tangan elektronik (bukan tanda tangan tulisan tangan) dalam hukum dan transaksi bisnis.
Di Malaysia masalah perlindungan konsumen, cybercrime, muatan online,
digital copyright, penggunaan nama domain, kontrak elektronik sudah ditetapkan
oleh pemerintahan Malaysia. Sedangkan untuk masalah privasi, spam dan online
dispute resolution masih dalam tahap rancangan.
COMPUTER CRIME ACT
Merupakan Undang-undang penyalahan penggunaan Information Technology di
Malaysia Computer Crime Act (Malaysia) merupakan suatu peraturan Undang –
undang yang memberikan pelanggaran – pelanggaran yang berkaitan dengan penyalah
gunaan komputer, undang – undang ini berlaku pada tahun 1997. Computer crime
berkaitan dengan pemakaian komputer secara illegal oleh pemakai yang bersifat
tidak sah, baik untuk kesenangan atau untuk maksud mencari keuntungan.
Cybercrime merupakan suatu kegiatan yang dapat dihukum karena telah menggunakan
komputer dalam jaringan Internet yang merugikan dan menimbulkan kerusakan pada
jaringan komputer Internet, yaitu merusak properti, masuk tanpa izin, pencurian
hak milik intelektual, pornografi, pemalsuan data, pencurian, pengelapan dana
masyarakat. Cyber Law di asosiasikan dengan media internet yang merupakan aspek
hukum dengan ruang lingkup yang disetiap aspeknya berhubungan dengan manusia
dengan memanfaatkan tekhnologi internet.
COUNCIL OF EUROPE CONVETION ON CYBER CRIME
COUNCIL OF EUROPE CONVETION ON CYBER CRIME
Merupakan suatu organisasi international dengan fungsi untuk melindungi
manusia dari kejahatan dunia maya dengan aturan dan sekaligus meningkatkan
kerjasama internasional. 38 Negara, termasuk Amerika Serikat tergabung dalam
organisasi international ini. Tujuan dari organisasi ini adalah memerangi
cybercrime, meningkatkan investigasi kemampuan. Council of Europe Convention on
Cyber Crime mengadopsikan aturan yang tepat dan untuk meningkatkan kerjasama
internasional untuk melindungi masyarakat dari kejahatan dunia maya.
Council of Europe Convention on Cyber Crime (Dewan Eropa Konvensi Cyber Crime), yang berlaku mulai pada bulan Juli 2004, adalah dewan yang membuat perjanjian internasional untuk mengatasi kejahatan komputer dan kejahatan internet yang dapat menyelaraskan hukum nasional, meningkatkan teknik investigasi dan meningkatkan kerjasama internasional.
Council of Europe Convention on Cyber Crime berisi Undang-Undang Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU-PTI) pada intinya memuat perumusan tindak pidana.
Council of Europe Convention on Cyber Crime (Dewan Eropa Konvensi Cyber Crime), yang berlaku mulai pada bulan Juli 2004, adalah dewan yang membuat perjanjian internasional untuk mengatasi kejahatan komputer dan kejahatan internet yang dapat menyelaraskan hukum nasional, meningkatkan teknik investigasi dan meningkatkan kerjasama internasional.
Council of Europe Convention on Cyber Crime berisi Undang-Undang Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU-PTI) pada intinya memuat perumusan tindak pidana.
Council of Europe Convention on Cyber Crime ini juga terbuka untuk penandatanganan oleh negara-negara non-Eropa dan menyediakan kerangka kerja bagi kerjasama internasional dalam bidang ini. Konvensi ini merupakan perjanjian internasional pertama pada kejahatan yang dilakukan lewat internet dan jaringan komputer lainnya, terutama yang berhubungan dengan pelanggaran hak cipta, yang berhubungan dengan penipuan komputer, pornografi anak dan pelanggaran keamanan jaringan. Hal ini juga berisi serangkaian kekuatan dan prosedur seperti pencarian jaringan komputer dan intersepsi sah.
Tujuan utama adanya konvensi ini adalah untuk membuat kebijakan kriminal umum yang ditujukan untuk perlindungan masyarakat terhadap Cyber Crime melalui harmonisasi legalisasi nasional, peningkatan kemampuan penegakan hukum dan peradilan, dan peningkatan kerjasama internasional.
Dapat disimpulkan, perbandingan dari Cyber Law, Computer crime act (Malaysia), Council of Europe Convention on Cyber Crime adalah bahwa pada Cyber Law terfokus pada aspek yang berhubungan dengan subyek hukum, sedangkan Computer Crime Act lebih menekankan pada aspek keluaran dari pemanfaatan dan pemakaian komputer dan Council of Europe Convention on Cyber Crime merupakan lembaga organisasi untuk memerangi kejahatan di dunia maya sekaligus meningktkan kerjasama antar Negara. Perbadingan lain dapat dilihat dari segi dimana hukum itu diterapkan. Cyberlaw berlaku hanya berlaku di Negara masing-masing yang memiliki Cyberlaw, Computer Crime Law (CCA) hanya berlaku kepada pelaku kejahatan cybercrime yang berada di Negara Malaysia dan Council of Europe Convention on Cybercrime berlaku kepada pelaku kejahatan cybercrime yang ada di seluruh dunia.
UU NO.19 YANG BERHUBUNGAN DENGAN HAK
CIPTA
Undang-undang No. 19 tahun2002 tentang
hak cipta yang berkaitan dengan komputerisasi adalah :
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 , ayat 8 :
Program Komputer adalah sekumpulan
instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk
lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer
akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau
untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang
instruksi-instruksi tersebut.
LINGKUP HAK CIPTA
Pasal 2, ayat 2 :
Pencipta atau Pemegang Hak Cipta atas
karya sinematografi dan Program Komputer memiliki hak untuk memberikan izin
atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan Ciptaan tersebut
untuk kepentingan yang bersifat komersial.
Pasal 12, ayat 1 :
Dalam Undang-undang ini Ciptaan yang
dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang
mencakup:
a. buku, Program Komputer, pamflet,
perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis
lain;
Pasal 15 :
Dengan syarat bahwa sumbernya harus
disebutkan atau dicantumkan, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta:
a. Penggunaan Ciptaan pihak lain untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan
yang wajar dari Pencipta;
b. Perbanyakan suatu Ciptaan selain
Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses
yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan,
dan pusat dokumentasi yang nonkomersial semata-mata untuk keperluan
aktivitasnya;
c. Pembuatan salinan cadangan suatu
Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk
digunakan sendiri.
PERLIDUNGAN HAK CIPTA
Dalam kerangka perlindungan hak cipta,
hukum membedakan dua macam hak, yaitu hak ekonomi dan hak moral. Hak ekonomi
berhubungan dengan kepentingan ekonomi pencipta seperti hak untuk mendapatkan
pembayaran royalti atas penggunaan (pengumuman dan perbanyakan) karya cipta
yang dilindungi. Hak moral berkaitan dengan perlindungan kepentingan nama baik
dari pencipta, misalnya untuk tetap mencantumkan namanya sebagai pencipta dan
untuk tidak mengubah isi karya ciptaannya.
Ciptaan yang dilindungi hak cipta di Indonesia
dapat mencakup misalnya buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out)
karya tulis yang diterbitkan, ceramah, kuliah, pidato, alat peraga yang dibuat
untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau
tanpa teks, drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, pantomim, seni
rupa dalam segala bentuk (seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni
kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan), arsitektur,
peta, seni batik (dan karya tradisional lainnya seperti seni songket dan seni
ikat), fotografi, sinematografi, dan tidak termasuk desain industri (yang
dilindungi sebagai kekayaan intelektual tersendiri). Ciptaan hasil
pengalihwujudan seperti terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai (misalnya
buku yang berisi kumpulan karya tulis, himpunan lagu yang direkam dalam satu
media, serta komposisi berbagai karya tari pilihan), dan database dilindungi
sebagai ciptaan tersendiri tanpa mengurangi hak cipta atas ciptaan asli (UU
19/2002 pasal 12).
Tidak ada Hak Cipta untuk kegiatan
berikut ini :
a. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga
Negara;
b. peraturan perundang-undangan;
c. pidato kenegaraan atau pidato pejabat
Pemerintah;
d. putusan pengadilan atau penetapan
hakim; atau
e. keputusan badan arbitrase atau keputusan
badan-badan sejenis lainnya.
PEMBATASAN HAK CIPTA
Dalam Undang-undang Hak Cipta yang
berlaku di Indonesia, beberapa hal diatur sebagai dianggap tidak melanggar hak
cipta (pasal 14–18). Pemakaian ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak
cipta apabila sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu
dilakukan terbatas untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial termasuk untuk
kegiatan sosial, misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan dan ilmu
pengetahuan, kegiatan penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan tidak
merugikan kepentingan yang wajar dari penciptanya.
Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan
diwajibkan untuk memberikan izin kepada pihak lain untuk menerjemahkan dan/atau
memperbanyak Ciptaan tersebut di wilayah Negara Republik Indonesia dalam waktu
yang ditentukan.
Untuk lembaga penyiaran yang menyisipkan
suatu ciptaan, lembaga penyiaran ini harus memberikan imbalan yang layak kepada
Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan apabila mengumumkan ciptaan dari pemilik
ciptaan tersebut.
PENDAFTARAN HAK CIPTA
Di Indonesia, pendaftaran ciptaan bukan
merupakan suatu keharusan bagi pencipta atau pemegang hak cipta, dan timbulnya
perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau terwujud dan
bukan karena pendaftaran[2].
Namun demikian, surat pendaftaran
ciptaan dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul
sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan[1]. Sesuai yang diatur pada bab IV
Undang-undang Hak Cipta, pendaftaran hak cipta diselenggarakan oleh Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI), yang kini berada di bawah
[Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia]].
Pencipta atau pemilik hak cipta dapat
mendaftarkan langsung ciptaannya maupun melalui konsultan HKI. Permohonan
pendaftaran hak cipta dikenakan biaya (UU 19/2002 pasal 37 ayat 2). Penjelasan
prosedur dan formulir pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di kantor maupun
situs web Ditjen HKI. "Daftar Umum Ciptaan" yang mencatat
ciptaan-ciptaan terdaftar dikelola oleh Ditjen HKI dan dapat dilihat oleh
setiap orang tanpa dikenai biaya.
Komentar
Posting Komentar